BANDA ACEH – Elemen sipil Aceh menilai rancangan qanun Badan Penguatan Perdamaian Aceh (BP2A) yang kemudian diubah menjadi Raqan Badan Reintegrasi Aceh (BRA) merupakan langkah set back yang dilakukan oleh DPR Aceh. Pasalnya lembaga BRA telah dibubarkan pada Januari 2013 lalu.
“Semestinya memasuki 10 tahun kedua perdamaian Aceh, Pemerintah Aceh telah berbicara tentang implementasi program pembangunan berkeadilan yang terintegrasi di dalam SKPA dan SKPK, termasuk dengan melibatkan Pemerintah Pusat,” ujar Secretary Excecutive ACSTF, Firdaus Yusuf, melalui siaran persnya kepada portalsatu.com.
Pernyataan Firdaus Yusuf ini disampaikan setelah adanya kajian bersama elemen sipil lainnya seperti KontraS Aceh, MaTA, RPuK, Koalisi NGO HAM, LBH Banda Aceh, ICAIOS di Kantor ACSTF di Banda Aceh, Kamis, 3 September 2015.
Elemen sipil Aceh juga turut menyorot proses pembahasan rancangan qanun BP2A. Mereka menilai pembahasan rancangan qanun tersebut tidak partisipatif yang diindikasikan tidak melibatkan semua pihak. “Bahkan pembahasan RDPU hanya dilakukan di tingkat provinsi, yang kemudian dibawa langsung ke Jakarta belum dibahas secara tuntas di Aceh,” katanya.
Selain itu, kata Firdaus, elemen sipil Aceh juga melihat pembahasan Raqan BP2A sangat jauh dari upaya-upaya untuk menguatkan damai yang sedang berlangsung saat ini.
“Bahkan, dengan membuat organisasi yang sangat gemuk, seperti yang ditawarkan, mengindikasikan tidak berkontribusi positif untuk pemenuhan keadilan baik terhadap penyelesaian masa lalu maupun agenda pembangunan ke depan,” ujarnya lagi.
Elemen sipil Aceh dalam diskusi tersebut juga sepakat menawarkan dua hal untuk Pemerintah Aceh. Pertama adalah Pemerintah Aceh mendorong implementasi Qanun KKR.
“Karena qanun ini dapat mengungkapkan kebenaran atas masa lalu dan pemenuhan keadilan bagi korban dan mantan kombatan secara bermartabat, sekaligus merekonsiliasikan seluruh komponen masyarakat dan pemerintah,” katanya.
Menurutnya kondisi ini yang mesti diciptakan karena merupakan titik awal untuk membangun Aceh ke depan. “Kedua, untuk memastikan keberlangsungan perdamaian di Aceh, cukup dengan membentuk unit khusus penguatan damai Aceh, yang berfungsi sebagai koordinasi, pengawasan, dan evaluasi,” ujarnya lagi.[](bna)
Sumber: .portalsatu.com